PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan perbankan syariah
telah mengalami kemajuan yang signifikan am
melayani kebutuhan ekonomi
masyarakat Indonesia. Dan
terbukti dimasa arang perbankan syariah
memiliki tempat dipasar perbankan Indonesia. Berbeda gan era
80an, masyarakat sangat
antipati terhadap hal-hal
yang berlandaskan ariah. Masyarakat
menilai bahwa makna
kata “syariah” hanya
hal-hal yang enyangkut ibadah
saja. Mereka meragukan
bahwa ekonomi yang
berlandaskan riah mampu berdiri dan bertahan dalam praktek kehidupan.
Barulah pada tahun 1997, ketika terjadi
krisis moneter yang
melumpuhkan perekonomian Indonesia, nyak bank-bank konvensional yang
bertumbangan.
Simpanan mencapai
70%. Yang mengakibatkan
bank harus membayar
bunga simpanan masyarakat dengan bunga tinggi, sementara bank tidak bisa
menarik bunga kredit sebesar itu kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia,
satu-satunya bank syariah di Indonesia, tetap berdiri karena tidak menggunakan
instrument bunga. Hal ini bukan kebetulan melainkan bukti, bahwa kegiatan
berekonomi atau bermuamalah yang berlandaskan “syariah” mampu berdiri dan
bertahan. Tingginya jumlah penduduk yang beragama Islam di Indonesia merupakan
peluang yang sangat besar bagi bank syariah dalam meraih nasabah. Peluang
tersebut telah diperkuat dengan
dikeluarkannya fatwa dari
MUI pada bulan januari
2004 tentang haramnya bunga bank. Berdirinya perbankan dengan sistem
bagi hasil, didasarkan pada dua alasan utama yaitu (1) adanya pandangan bahwa
bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam
kategori riba yang dilarang dalam agama, bukan saja pada agama Islam tetapi
juga oleh agama samawi innya, (2) dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha
terhadap salah satu pihak nilai melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang
sistem perbankan onvensional akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada
segelintir orang yang emiliki kapital besar. Hal inilah yang menjadikan suatu
bisnis berbasiskan syariah hususnya perbankan menjadi sangat penting, yaitu
untuk menciptakan keadilan, enjauhkan
masyarakat dari praktek-praktek riba
dan menciptakan kemaslahatan mat manusia baik di dunia maupun
akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori Branding dan Pemasaran Dalam Islam
A.
Teori Branding
1.
Pengertian
Brand atau merek atau label
Brand
adalah suatu nama, simbol, tanda, desain atau kombinasi atas semuanya yang mampu
mengidentifikasi serta mendiferensiasikan barang atau jasa yang
ditawarkan oleh penjual porduk atau jasa pesaingnya.10 Brand yang kuat ditandai
dengan dikenalnya suatu brand dalam masyarakat, persepsi positif dari pasar dan
kesetiaan konsumen terhadap brand yang tinggi. Menurut Aaker, brand adalah
sesuatu yang pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai
sumber produk tersebut.
Di samping itu, merek melindungi, baik konsumen maupun
produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang
tampak identik.
Dengan adanya
brand, konsumen dapat
membedakan produk yang satu dengan yang lain diharapkan akan
memudahkan konsumen dalam menentukan produk atau jasa yang akan dipilih
berdasarkan berbagai pertimbangan serta menimbulkan kesetiaan terhadap suatu
brand (brand loyalty). Brand dapat disebut juga “pelabelan”. Brand
berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau layanan, yang
diyakini tidak saja dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dengan memberikan
kepuasan yang lebih baik dan terjamin. Istilah
brand muncul ketika persaingan
produk semakin tajam
dan menyebabkan perlunya
penguatan peran label untuk mengelompokkan produk dan layanan yang
dimiliki dalam satu kesatuan guna membedakan produk itu dengan produk pesaing.
Pada hakikatnya, brand merupakan jaminan kualitas, asal usul, dan performa,
yang demikian meningkatkan nilai
yang dirasakan pelanggan
dan mengurangi resiko dan kompleksitas
dalam keputusan memilih. Brand dapat
dipahami lebih dalam pada tiga hal berikut ini :
a)
Contoh
brand name (nama) : Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, aqua, bata, rinso, kfc,
acer, windows, toyota, dan lain sebagainya.
b)
Contoh
mark (simbol) : simbol huruf iB menjadi brand
dari perbankan syariah di Indonesia, gambar atau simbol sayap pada motor
honda, gambar jendela pada windows, simbol orang tua berjenggot pada brand
orang tua (ot) dan kentucky friend chicken
(kfc), dan masih banyak contoh-contoh lainnya yang dapat kita temui di
kehidupan sehari-hari.
c)
Contoh trade character (karakter dagang) :
ronald mcdonald pada restoran mcdonalds, si domar pada
indomaret, burung dan kucing pada produk makanan gery, dan lain sebagainya.
Brand sebenarnya merupakan
janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa
tertentu kepada pembeli. Brand- brand terbaik memberikan jaminan mutu. Tetapi
brand lebih dari sekedar simbol. Brand dapat memiliki enam tingkat pengertian:
a. Atribut:
brand mengingatkan pada
atribut-atribut tertentu. Bank Muamalah Indonesia menyatakan transaksi
yang syariah , Produk yang dibuat dengan baik, terancang baik, bebas dari riba,
mitra bisnis yang terpercaya dan lain-lain. Perusahaan dapat menggunakan satu
atau lebih atribut-atribut ini untuk mengiklankan, “Pertama Murni Syariah”
seperti slogan Bank Muamalah Indonesia, hal ini berfungsi sebagai dasar untuk
meletakkan posisi bagi memproyeksikan atribut lainnya. Agar masyarakat
ter-influence melalui slogan tersebut dan akhirnya menggunakan jasanya.
b. Manfaat: brand tidak saja serangkaian
atribut. Pelanggan tidak membeli kompleks. Jika suatu perusahaan memperlakukan
brand hanya sebagai nama, perusahaan
tersebut tidak melihat arti brand yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian
brand adalah untuk mengembangkan pengertian yang mendalam atas brand tersebut. Dengan enam
tingkat pengertian dari
brand, pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan ditetapkan
identitas brand.
c. Budaya: brand juga mewakili budaya
tertentu. Bank Syariah mewakili budaya ajaran Islam yang berprinsip keadilan
yang bukan hanya berorientasi kemaslahatan di dunia,tetapi juga di akhirat.
d. Kepribadian: brand juga mencerminkan
kepribadian tertentu. Brand juga merupakan cerminan dari orang, binatang, atau suatu obyek.
e. Pemakai:
brand menunjukkan jenis
konsumen yang membeli
atau menggunakan produk atau jasa tertentu. Seperti Bank Syariah, banyak
masyarakat pasti menganggap bahwa Bank tersebut konsumennya hanya yang beragama
Islam saja. Tetapi tidak demikian, dengan nilai keislaman yang universal,
sehingga nasabah Bank Syariah bukan saja yang beragama Islam saja. Hal tersebut
adalah contoh bahwa brand mampu menunjukkan pemakai atas suatu produk atau
jasa.
B.
Ketentuan Brand atau merek atau label
Dalam Islam
Dalam Islam nama adalah sebuah
do’a dan harapan dan kita dianjurkan untuk memberi nama yang baik kepada
anak-anak kita. Dalam konsep Islam minimal ada tiga hal yang harus diperhatikan
dalam memberi nama :
a. Pertama:
Nama tersebut mengandung
arti pujian seperti;
Ahmad atau Muhammad
b. Kedua:
Mengandung arti doa dan harapan seperti; Aflah atau Sholih
c. Ketiga:
Mengandung arti semangat
atau menimbulkan semangat
bila mendengarnya seperti; Saefullah atau Asadullah memberi nama yang
baik kepada anak-anak kita. Dalam konsep Islam minimal ada.
C.
Branding dalam Komunikasi atau Kualitas,
Makanan (Kota), Harga, Event, dan
Konsumen
Kajian tentang
sifat materialisme mungkin
berbeda antara negara
satu dengan negara lainnya seperti dalam bidang ekonomi. Masyarakat
konsumen ditandai dengan signifikan persentase masyarakat yang termotivasi
untuk mengkonsumsi untuk alasan yang tidak bermanfaat (Richin dan Dawson dalam
Dye et al., 2012). Kajian di Amerika Serikat, Rumania dan Turki menemukan
kesamaan pemahaman bahwa materialisme berarti “memiliki lebih dari yang lain”
dan “mempunyai nilai lebih saat bergaul dengan orang lain”. Materialisme yang
ditemukan terkait dengan
rasa ketidakamanan dan
karena itu orang
dengan materialistis yang berlebihan cenderung menggunakan apa yang
menjadi milik mereka sebagai alat kebahagiaan. Studi ini juga menemukan bukti
yang berbeda di seluruh negara. Amerika menganggap materialisme sebagai
konsumsi berlebihan. Eropa Barat menganggap materialistis sebagai kehidupan
mewah. Sedangkan Turki cenderung melihat manfaat bagi keluarga bukan hanya untuk
individu. Rumania menunjukan pemahaman yang paling positif, dimana
materialisme berhubungan dengan
pemberdayaan, kebebasan, dan peningkatan diri (Ger dan Belk dalam
Sangkhawasi dan Johri, 2007). Hermawan (2011) dan Mise et al. (2013) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa salah satu faktor kunci yang menjadi perhatian
perusahaan adalah loyalitas konsumen. Loyalitas konsumen pada umumnya berpusat
terhadap tangible products dan sering disebut sebagai brand loyalty. Loyalitas
merek mencerminkan loyalitas konsumen pada
merek tertentu. Menurut
Setiadi (2010:55) loyalitas merek merupakan sikap menyenangi
terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian konsisten terhadap
merek itu sepanjang waktu. Semakin lama loyalitas seorang pelanggan, semakin
besar laba yang diperoleh perusahaan dari pelanggan tersebut (Lau dan Lee dalam
Rizan dkk, 2012). Menurut
Ellinghaus, Director of
Brand Management BMW
dalam artikelnya menyatakan bahwa loyalitas merek hanya dapat dibentuk
jika merek dapat terhubung dengan pelanggan pada tingkat emosional. Perspektif
manajemen merek memandang perusahaan tidak hanya sebagai penghasil barang,
tetapi juga sebagai pencipta emosi.
Hal ini menunjukan bahwa
perusahaan harus dapat menjaga loyalitas konsumen pada merek suatu produk tidak
hanya dengan kualitas produk yang baik tetapi juga dengan membangun citra merek
yang positif dan memanfaatkan sifat materialisme konsumen terhadap produk yang
ditawarkan. Sifat materialisme dapat ditemukan pada pengguna produk Apple di
Indonesia, hanya saja tingkat materialisme setiap pengguna berbeda-beda. Pada
pengguna produk Apple di Kota Denpasar, sifat materialisme terlihat dari
keadaan dimana pengguna memiliki lebih dari 1 produk Apple. Apple yang memiliki
beragam jenis produk diantaranya MacBook, iPhone, iPad, dan iPod.Beberapa
pengguna produk Apple bahkan memiliki keseluruhan jenis dari produk tersebut.
Fenomena lainnya
yaitu Apple selalu
mengeluarkan varian terbaru
dari salah satu jenis
produknya yang selalu
dinanti-nantikan oleh pengguna
setia produk Apple, seperti contoh jenis produk iPhone, terdapat
varian iPhone 2G, iPhone 3G, iPhone
3GS, iPhone 4, iPhone 4S, dan yang terbaru adalah iPhone 5. Ketika seseorang
sudah memiliki iPhone
4, tidak menutup
kemungkinan pembelian iPhone 5
terjadi. Menurut Frampton,
Global CEO of Inter
brand didalam artikelnya yang
berjudul The Future
of Brand Building
menyatakan bahwa perilaku
konsumen yang semakin
menuntut, didorong oleh
munculnya pesaing pasar dan terinspirasi oleh perusahaan seperti Apple
yang memiliki kekuatan kreativitas, desain yang elegan dan inovasi di setiap
produk yang diciptakan (www.interbrand.com, 2013). Apple adalah sebuah merek
produk perusahaan Apple.Inc (sebelumnya bernama Apple Computer Inc.) yang
bergerak dibidang elektronik konsumen.Kebutuhan
akan produk elektronik
seperti komputer dan
telepon genggam semakin marak
dikalangan masyarakat Kota
Denpasar.Minat masyarakat yang besar terhadap produk Apple membuat
tingginya permintaan. Terbukti pada akhir tahun 2012, permintaan terhadap
produk Apple meningkat hingga mencapai 42,8 juta unit (www.merdeka.com, 2012).
Hal ini tidak terlepas dari banyaknya toko-toko
yang menjual produk
Apple di seputaran
Kota Denpasar.
Kualitas produk
yang mutakhir dan
fitur yang menarik
serta elegan membuat produk
Apple menjadi sorotan
masyarakat. Hal ini terbukti dengan Apple Inc 2013 menjadi
pemenang Grand Award sebagai bagian dari American Brand Excellence Awards.
Diketahui bahwa merek Apple adalah yang paling memenuhi kebutuhan
usaha kecil dan
menengah diantara 5
merek lainnya. Disusul oleh Dell
diurutan kedua, Hp diurutan ketiga, Samsung diurutan keempat dan Sony diurutan
kelima. Berdasarkan potensi keberadaan produk Apple serta pemaparan mengenai
kejadian dan perilaku yang telah dibahas sebelumnya menunjukan bahwa pemahaman
mengenai kualitas produk, citra merek serta perilaku konsumen, khususnya sifat
materiasime penting diperhatikan bagi para pemasar dalam membangun loyalitas
merek pada pengguna suatu produk. Hal tersebut melatarbelakangi untuk dilakukan
penelitian yang berjudul pengaruh kualitas produk, citra merek dan materialisme
terhadap loyalitas merek pengguna produk Apple di Kota Denpasar. Merujuk
pada latar belakang, dapat ditarik rumusan masalah penelitian, antara
lain: Pertama, bagaimanakah pengaruh kualitas produk, citra merek dan materialisme
secara simultan terhadap loyalitas merek pengguna produk Apple di Kota
Denpasar? ; kedua, bagaimanakah pengaruh kualitas produk, citra merek dan
materialisme secara parsial terhadap loyalitas merek pengguna produk Apple di
Kota Denpasar?
Berdasarkan kajian teori dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya serta tujuan penelitian maka hipotesis yang
dihasilkan adalah sebagai berikut. Hasil
penelitian Kresnamurti (2012) menunjukan bahwa kualitas produk dan citra merek
berpengaruh secara simultan terhadap loyalitas konsumen. Hal yang serupa
terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Lasander (2013) yang menjelaskan
bahwa citra merek, kualitas produk dan
promosi berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan konsumen dalam hal ini
kepuasan konsumen akan membuat konsumen cenderung untuk berperilaku loyal.
Goldsmith (2012) menyatakan bahwa materialisme
dan kecintaan merek berpengaruh positif secara simultan terhadap
loyalitas. Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian di atas maka dapat
ditarik hipotesis: H1 : Kualitas produk, citra merek, dan materialisme
berpengaruh positif dan signifikan secara simultan terhadap loyalitas merek. Kualitas
produk ternyata menjadi awal untuk menciptakan konsumen yang loyal melalui
kepuasan konsumen dan reputasi merek terlebih dahulu. Hal tersebut telah
dibuktikan oleh Yee dan Sidek (2008) bahwa kualitas produk secara
signifikan mempengaruhi loyalitas
merek. Selain itu,
berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan oleh Shaharudin,
et al. (2010) ditemukan bahwa hanya kualitas
produk berdasarkan atribut
ekstrinsik menjadi berhubungan
secara signifikan dengan loyalitas merek.
Namun, Hidayat (2009)
menyatakan bahwa kualitas produk tidak berpengaruh signifikan terhadap
loyalitas pelanggan. Akan tetapi temuan teoritis dalam penelitian ini mengarah
kepada kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas
nasabah dengan diantarai oleh kepuasan nasabah. Kemudian Lee (2013) menyatakan
bahwa loyalitas pelanggan mungkin yang paling signifikan dipengaruhi oleh
layanan berkualitas tinggi. Menurut Kuo, dkk, (2009) juga menemukan bahwa ada
hubungan linear yang kuat antara layanan kualitas dan loyalitas pelanggan. Hasil
penelitian Bergkvist dan Bech-Larsen (2009) menunjukan bahwa merek dan
keramahan berpengaruh positif pada kecintaan merek. Loyalitas akan dibangun
dari bagaimana konsumen melihat positif
suatu citra merek tersebut sesuai dengan sudut pandang mereka. Menurut Rizan
(2012) variabel citra merek terhadap loyalitas merek menunjukan bahwa citra
merek memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas merek.
Citra merek adalah faktor yang paling berpengaruh pada loyalitas merek
(Forsido, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan
oleh Hermawan (2011) menyatakan bahwa reputasi merek yang baik akan mendorong
konsumen untuk menjadi
loyal. Hal ini disebabkan reputasi merek yang baik merupakan hasil dari
kualitas produk yang baik dan kepuasan konsumen yang tinggi, sehingga reputasi
merek yang baik akan berdampak langsung terhadapa loyalitas konsumen. Rindlfeisch
et al. (2009) dalam penelitiannya menemukan adanya korelasi positif yang kecil
antara materialisme dengan ukuran loyalitas merek global.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan
pembahasan yang telah dikemukakan, maka sebagai simpulan dan hasil penelitian
diperoleh hasil sebagai berikut:
1)
Kualitas
produk, citra merek, dan materialisme secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas merek pengguna produk Apple di Kota Denpasar.
2)
Kualitas
produk, citra merek, dan materialisme secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas merek pengguna produk Apple di Kota Denpasar
Respon nasabah terhadap label “syariah” positif dan signifikan. Dapat terlihat bahwa aspek pencantuman label
“syariah” pada nama suatu Bank yang berprinsip syariah berada diperingkat
pertama, dengan 29 nasabah atau setara dengan 58% dari responden memilih aspek
tersebut. Artinya, nasabah dalam memilih
suatu lembaga keuangan,
terlebih dahulu merespon label
“syariah”, dan sebagai respon awal yaitu sebagai pembeda dengan bank konvensional. Sehingga
jelas tergambar
bahwa label “syariah” yang
tercantum pada nama suatu lembaga keuangan mampu direspon nasabah
dalam mengambil keputusan
memilih suatu lembaga keuangan.
Label “syariah” memiliki
pengaruh terhadap jumlah nasabah BNI Syariah Jakarta Selatan. Terbukti pada
jumlah nasabah yang meningkat signifikan setiap
tahunnya dari tahun
2006 berjumlah 9.491
nasabah sampai desember 2010
menjadi 33.798 nasabah. Serta dapat terlihat korelasinya bahwa alasan aspek
pencantuman label “syariah” pada nama suatu Bank yang berprinsip syariah berada
diperingkat pertama, dengan 29 nasabah atau setara dengan 58% dari responden
memilih aspek tersebut. Para
praktisi perbankan syariah
harus mampu memanfaatkan peluang pasar dengan maksimal,
dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam para praktisi harus
mampu menyentuh aspek emosional dan didukung juga oleh aspek rasional yang
memadai sehingga terciptalah kegiatan bermuamalah yang menguntungkan di dunia dan akhirat.
Serta secara tidak langsung perkembangan perbankan syariah di Indonesia akan
meningkat dengan baik.
t; line�B`#g t ��� 8!� d. Besar kecilnya deviden tergantung besar kecilnya keuntungan
e. Tidak ada kewajiban yang terikat sebagai jaminan
Manfaat bagi Pemerintah :
a. Membantu pemerintah dalam mendorong perkembangan pembangunan
b. Membantu pemerintah dalam mendorong kegiatan investasi
c. Membantu pemerintah dalam menciptakan kesempatan kerja
3. Risiko dari Pasar Modal
a. Risiko daya beli
Daya beli berkaitan dengan kemungkinan terjadinya inflasi yang menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil.
ü Risiko bisnis
Menurunnya kemampuan perusahaan memperoleh laba, menyebabkan menurunnya kemampuan emiten membayar bunga atau deviden.
ü Risiko tingkat bunga
Tingkat bunga yang naik, biasanya akan menyebabkan nilai saham cenderung turun
ü Risiko likuiditas
Kemampuan surat berharga untuk dapat segera diperjualbelikan
4. Kelemahan Pasar Modal
Selain kerugian, Pasar Modal juga memiliki kelemahan antara lain :
a. Mekanisme pasar modal yang cukup rumit menyulitkan pihak-pihak tertentu yang akan terlibat di dalamnya.
b. Saham pasar modal bersifat spekulatif sehingga dapat merugikan pihak tertentu.
c. Jika kurs tidak stabil, maka harga saham ikut terpengaruh.
F. Indeks saham konvensional dan Indeks saham Islam
Indeks Islam tidak hanya dapat dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja tetapi juga oleh pasar modal konvensional. Bahkan sebelum berdirinya institusi pasar modal syariah di suatu negeri, bursa efek setempat yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta misalnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah sendiri diresmikan. Adapun tujuan diadakannya indeks Islam sebagaimana Jakarta Islamic Index yang melibatkan 30 saham terpilih, yaitu sebagai tolak ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja investasi pada saham yang berbasis syariah dan meningkatkan kepercayaan para investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah, atau untuk memberikan kesempatan kepada investor yang ingin melakukan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan mendasar antara indeks konvensional dengan indeks Islam adalah indeks konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada emiten yang menjual sahamnya di bursa bergerak di sektor usaha yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat merusak kehidupan masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia ada rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa efek setempat. Secara lebih rinci Dow Jones dalam websitenya membuat kriteria saham yang tidak boleh dimasukkan ke dalam perhitungan Indeks Pasar Islam (DJ Islamic Market Indexes), yaitu perusahaan yang bergerak dalam produksi:
a. Alkohol (minuman keras)
b. Babi dan yang terkait dengannya
c. Jasa keuangan konvensional / Kapitalis, seperti bank dan asuransi
d. Industri hiburan, seperti hotel, kasino dan perjudian, bioskop, media porno dan industri musik.
Dow Jones juga mengemukakan pendapat para sarjana Islam agar tidak berinvestasi pada perusahaan yang terkait dengan tembakau dan rokok serta industri senjata pemusnah missal. Sementara itu, FTSE dalam papernya yang berjudul Ground Rules for the Management of the FTSE Global Islamic Index Series mengemukakan bahwa saham perusahaan yang dimasukkan ke dalam indeks Islam tidak boleh bergerak dalam bidang Perbankan dan bisnis keuangan lainnya yang terkait dengan bunga (interest)
a. Alkohol
b. Rokok
c. Judi
d. Pabrik senjata
e. Asuransi jiwa
f. Peternakan babi, pengepakan dan pengolahan atau hal-hal lainnya yang terkait dengan babi.
g. Sektor / perusahaan yang siknifikan dipengaruhi oleh hal-hal yang disebutkan di atas.
h. Perusahaan yang memiliki beban utang ribawi dengan persentasinya terhadap aset perusahaan melebihi batas-batas yang diijinkan hukum Islam
Pada Bursa Efek Jakarta (BEJ), menurut Adiwarman dari 333 emiten yang tercatat 236 saham di antaranya tergolong sesuai syariah. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong “haram” atau tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan, minuman keras dan rokok. Sisanya 34 saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan empat saham mudharat. Dari uraian di atas dapat ditarik garis pemisah antara indeks Islam dan indeks konvensional. Pertama, jika indeks Islam dikeluarkan oleh suatu institusi yang bernaung dalam pasar modal konvensional, maka perhitungan indeks tersebut berdasarkan kepada saham-saham yang digolongkan memenuhi kriteria-kriteria syariah sedangkan indeks konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar dalam bursa efek tersebut. Kedua, jika indeks Islam dikeluarkan oleh institusi pasar modal syariah, maka indeks tersebut didasarkan pada seluruh saham yang terdaftar di dalam pasar modal syariah yang sebelumnya sudah diseleksi oleh pengelola.
G. Instrumen yang diperdagangkan
Dalam pasar modal konvensional instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham, obligasi, dan instrumen turunannya (derivatif) opsi, right, waran, dan Reksa Dana. Saham merupakan surat tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan terhadap perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, sedangkan obligasi merupakan bukti pengakuan utang dari perusahaan kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan. Opsi merupakan produk turunan (derivatif) dari efek (saham dan obligasi). Robert Angg (1997) sebagaimana dikutip Anoraga dan Pakarti mendefinisikan opsi sebagai produk efek yang akan memberikan hak kepada pemegangnya (pembeli) untuk membeli atau menjual sejumlah tertentu dari aset finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun right adalah efek yang memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan emiten pada proporsi dan harga tertentu. Waran merupakan turunan dari saham biasa yang bersifat jangka panjang dan memberikan hak kepada para pemegangnya untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu. Sedangkan Reksa Dana (mutual fund) adalah perusahaan investasi yang mengelola investasi saham, obligasi, dan lain-lainnya, dengan menerbitkan surat berharga tersendiri yang ditujukan kepada para investor, sehingga para investor tersebut tidak perlu lagi melakukan investasi langsung terhadap berbagai surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek tetapi cukup membeli surat berharga yang diterbitkan Reksa Dana tersebut. Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan adalah saham, obligasi syariah dan Reksa Dana Syariah, sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen yang dibolehkan. Adapun yang dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama dengan saham dalam pasar modal konvensional. Hanya bedanya saham yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria syariah sebagaimana yang penulis sebutkan dalam pembahasan indeks Islam. Sementara obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional merupakan suatu jenis produk keuangan yang tidak dibenarkan dalam Islam karena menggunakan bunga sebagai daya tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna, salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syariah tergantung pada prinsip yang mana yang digunakan emiten.
Di Indonesia penerbitan obligasi syariah ini dipelapori oleh Indosat dengan menerbitkan Obligasi Syariah Mudharabah Indosat senilai Rp 100 milyar pada Oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah Indosat ini diikuti Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Dalam konsep Obligasi Syariah Mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan kepada para investor dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok utang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai mudharib sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul mal. Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan emiten yang masuk dalam kriteria indeks Islam.
Instrumen ketiga yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah adalah Reksa Dana Syariah. Reksa Dana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan. Sementara itu perkembangan Reksa Dana Syariah di Indonesia masih lambat. Pada tahun 2002 lalu dana masyarakat yang terhimpun dalam Reksa Dana baru mencapai Rp 40 milyar atau sekitar 0,1% dari total Reksa Dana. Sedangkan Reksa Dana yang ada saat ini baru Danareksa Syariah dan Danareksa Syariah Berimbang yang dikelola Danareksa, Reksa Dana PNM Syariah yang dikelola Permodalan Nasional Madani (PNM), Rifan Syariah yang dikelola Rifan Asset Management (RAM), dan Reksa Dana Batasa Syariah yang baru diluncurkan PT Batasa Capital pada tahun ini.
H. Mekanisme transaksi
Dalam konteks pasar modal syariah, menurut Alhabshi, idealnya pasar modal syariah itu tidak mengandung transaksi ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari transaksi yang tidak beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang memanfaatkan orang dalam (insider trading), menjual saham yang belum dimiliki dan membelinya belakangan (short selling). Sementara itu Obaidullah mengemukakan etika di pasar modal syariah, yaitu setiap orang bebas melakukan akad (freedom contract) selama masih sesuai syariah, bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi (gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan terdapat informasi yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate infromation). Inti dari apa yang disebutkan oleh Alhabshi dan Obaidullah tersebut adalah pasar modal syariah harus membuang jauh-jauh setiap transaksi yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal konvensional yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu seperti insider trading dan manipulasi pasar dengan membuat laporan keuangan palsu dilarang dalam pasar modal konvensional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan dan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan perbedaan indeks saham Islam dengan indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Penerbitan indeks saham Islam ini dapat dilakukan oleh pasar modal syariah dan pasar modal konvensional. Hanya saja secara menyeluruh konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda. Karena instrumen utama yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah dan pasar modal konvensional adalah saham. Meskipun dalam pasar modal syariah emiten yang sahamnya diperdagangkan harus bergerak pada sektor yang tidak bertentangan dengan Islam, tetapi hal tersebut tidak membedakan zat dan sifat saham dalam pasar modal konvensional.
Selanjutnya mengenai penilaian terhadap konsep pasar modal syariah itu sendiri, yakni yang berkaitan dengan saham sebagai instrumen utama di dalam pasar modal syariah, maka syara tidak membolehkan perdagangan saham. Begitu pula menerbitkan saham dengan tujuan menambah permodalan perusahaan, membeli saham dengan tujuan investasi dan memperdagangkannya untuk mengambil keuntungan (capital gain) dari selisih harga (margin) merupakan kegiatan batil dalam Islam
0 comments
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^