BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pasar modal secara umum dapat
diidentikkan dengan sebuah tempat dimana modal diperdagangkan antara pihak yang
memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal
(issuer) untuk mengembangkan investasi. Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995,
pasar modal didefinisikan sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor terpenting
dalam ikut membangung perekonomian nasional, terbukti telah banyak industri dan
perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal ini sebagai media untuk
menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara
faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve centre (saraf finansial
dunia) pada dunia ekonomi modern dewasa ini, bahkan perekonomian modern tidak
akan mungkin bisa eksis tanpa adanya pasar modal yang tangguh dan berdaya saing
global serta terorganisir dengan baik. Sebagai upaya dalam mendukung
terwujudnya Pasar Modal Indonesia menjadi penggerak ekonomi nasional yang
tangguh dan berdaya saing global sebagaimana tertuang dalam cetak biru pasar
modal Indonesia, perlu dilakukan secara terus menerus untuk menyempurnakan dan
mengembangkan infrastruktur pasar modal menuju ke arah yang lebih baik lagi.
Salah satu faktor bagi
terciptanya pasar modal Indonesia yang tangguh dan berdaya saing global
dimaksud adalah dengan tersedianya fasilitas dan instrumen pasar modal
Indonesia yang mampu bersaing dengan instrumen pasar modal negara-negara lain.
Sehubungan dengan itu, ditengah kemerosotan tingkat pertumbuhan ekonomi
nasional, yang juga berimbas ke sektor pasar modal selaku subsistem dari
perekonomian nasional Indonesia, kini industri pasar modal Indonesia mulai
melirik pengembangan penerapan prinsip-prinsip syariah islam sebagai alternatif
instrumen investasi dalam kegiatan pasar modal di Indonesia. Bangkitnya ekonomi
Islam di Indonesia dewasa ini menjadi fenomena yang menarik dan menggembirakan
terutama bagi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pasar Modal Konvensional dan
Pasar Modal Syariah
Pasar Modal adalah tempat
transaksi jual beli instrument kredit jangka panjang. Menurut UU No. 8 Tahun
1995 tentang pasar modal, yang dimaksud pasar modal adalah suatu pasar yang
mempunyai kegiatan melakukan penawaran umum dan perdagangan efek yang
melibatkan perusahaan publik serta lembaga yang berkaitan dengan efek. Pasar
modal merupakan tempat perusahaan mencari dana segar untuk mengingkatkan
kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan. Dana segar
yang ada di pasar modal berasal dari masyarakat yang disebut juga sebagai
investor. Para investor melakukan berbagai tehnik analisis dalam menentukan
investasi di mana semakin tinggi kemungkinan suatu perusahaan menghasilkan laba
dan semakin kecil resiko yang dihadapi maka semakin tinggi pula permintaan
investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Pada pasar modal
pelakunya dapat berupa perseorangan maupun organisasi / perusahaan. Bentuk yang
paling umum dalam investasi pasar modal adalah saham dan obligasi. Saham dan
obligasi dapat berubah-ubah nilainya karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Saat ini pasar modal di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia atau yang
disingkat BEI dan Bursa Efek Surabaya atau yang disingkat BES.
Sedangkan Pasar Modal Syariah
dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang
seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Di Indonesia,
prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk
saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham
yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Saat ini pasar modal syariah di
Indonesia adalah Jakarta Islamic Indeks (JII).
B.
Sejarah Pasar Modal Konvensional dan Pasar
Modal Syariah
a. Sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI)
Secara
historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesiamerdeka. Pasar modal
atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada
tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal
telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak
berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar
modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti
perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada
pemerintah RepublikIndonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi
bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik
Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun
kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan
regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan
pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
Ø 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di
Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Ø 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia
ditutup selama Perang Dunia I
Ø 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka
kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
Ø Awal tahun 1939 : Karena isu politik
(Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
Ø 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta
ditutup kembali selama Perang Dunia II
Ø 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan
kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri
kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro
Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
Ø 1956 : Program nasionalisasi perusahaan
Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
Ø 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek
vakum.
Ø 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan
kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana
Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen
Cibinong sebagai emiten pertama.
Ø 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek
sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih
memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
b. Sejarah Jakarta Islamic Indeks (JII).
Momentum
berkembangnya pasar modal berbasis syariah di Indonesia dimulai pada tahun
1997, yakni dengan diluncurkannya Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT.
Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Jakarta (kini telah
bergabung dengan Bursa Efek Surabaya, menjadi Bursa Efek Indonesia)
berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta
Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu
investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks
tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan
sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah Perkembangan selanjutnya,
instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran
Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini
merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi
syariah lainnya. Pasar modal berbasis syariah di Indonesia secara resmi
diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU
antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI).
C.
Dasar hukum (peraturan) dalam Pasar Modal
Konvensional dan Pasar Modal Syariah
Dasar hukum (peraturan) dalam
Pasar Modal Konvensional dan Pasar Modal Syariah. Pasar Modal Konvensional
Pasar Modal Syariah
1.
UU
No.8/1995 tentang Pasar Modal
2.
PP
No. 45/1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal
3.
SK
Bapepam No. Kep.07/PM/2003 Tgl. 20 Februari 2003 tentang Penetapan Kontrak
Berjangka atas Indeks Efek sebagai Efek
4.
Peraturan
Bapepam No. III. E. 1 tgl. 31 Okt 2003 tentang Kontrak Berjangka dan Opsi atas
Efek atau Indeks Efek
5.
SE
Ketua Bapepam No. SE-01/PM/2002 tgl. 25 Februari 2002 tentang Kontrak Berjangka
Indeks Efek dalam Pelaporan MKBD Perusahaan Efek
6.
Persetujuan
tertulis Bapepam nomor S-356/PM/2004 tanggal 18 Pebruari 2004 perihal
Persetujuan KBIE-LN (DJIA & DJ Japan Titans 100) 1. No.05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Saham;
a) No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
b) No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah;
c) No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah Mudharabah;
d) No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal
dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
e) No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi
Syariah Ijarah.
D.
Produk-Produk Yang Di Perdagangkan di
Modal Konvensional dan Pasar Modal Syariah
1. Pasar Modal Konvensional
Ø Saham (Stocks)
Saham pada
dasarnya adalah bukti pemilikan atas suatu perusahaan berbentuk Perseroan
Terbatas (PT). Saham terbagi atas dua jenis, yaitu :
Ø Saham Biasa (Common Stocks)
Di antara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham
biasa (common stock) adalah yang paling dikenal masyarakat. Di antara emiten
(perusahaan yang menerbitkan surat berharga), saham biasa juga merupakan yang
paling banyak digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Jadi saham biasa
paling menarik, baik bagi pemodal maupun bagi emiten. Secara sederhana, saham
dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan.
Ø Saham Preferen (Preferred Stocks)
Saham Preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara
obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti
bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang
dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal,
yaitu: mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo
yang tertulis di atas lembaran saham tersebut; dan membayar dividen. Sedangkan
persamaan antara saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada
klaim atas laba dan aktiva sebelumnya; dividennya tetap selama masa berlaku
(hidup) dari saham; memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible)
dengan saham biasa.
2. Obligasi (Bond)
Obligasi
adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara pemberi dana
(dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi dana (emiten). Jadi surat obligasi
adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut telah
membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi. Penerbit membayar bunga
atas obligasi tersebut pada tanggal-tanggal yg telah ditentukan secara
periodik, dan pada akhirnya menebus nilai utang tersebut pada saat jatuh tempo
dengan mengembalikan jumlah pokok pinjaman ditambah bunga yg terutang. Pada
umumnya, instrumen ini memberikan bunga yang tetap secara periodik. Bila bunga
dalam sistem ekonomi menurun, nilai obligasi naik; dan sebaliknya jika bunga
meningkat, nilai obligasi turun.
3. Obligasi Konversi (Convertible Bond)
Obligasi
konversi, sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, misalnya, memberikan
kupon yang tetap, memiliki waktu jatuh tempo dan memiliki nilai “face value”.
Hanya saja, obligasi konversi memiliki keunikan, yaitu bisa ditukar dengan
saham biasa. Pada obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk
melakukan konversi. Misalnya, setiap obligasi konversi bisa dikonversi menjadi
3 lembar saham biasa setelah 1 Januari 2006. Persyaratan ini tidak sama
diantara obligasi konversi yang satu dengan yang lainnya. Obligasi konversi
(convertible bond), sudah dikenal di pasar modal Indonesia. Untuk kalangan
emiten swasta, sebenarnya obligasi konversi lebih dulu populer daripada
obligasi. Kecenderungan melakukan emisi obligasi baru menunjukkan aktivitas
yang meningkat sejak tahun 1992, sedang obligasi konversi sudah memasuki pasar
menjelang akhir tahun 1990.
4. Reksa Dana (Mutual Funds)
Reksa dana
merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya
pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk
menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana
untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan
untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang
terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran
pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
a.
Pasar
Modal Syariah
Ø Saham Syariah
Saham merupakan
surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal kedalam suatu
perusahaan. Sementara dalam prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada
perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti
bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti bir, dan
lain-lain. Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak
diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa
pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini,
di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30
saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional
(DSN). Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama
dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM). JII dimaksudkan untuk digunakan
sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada
saham dengan basis syariah. Melalui index ini diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.
Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan
usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
ü Usaha perjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
ü Usaha lembaga keuangan konvensional
(ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
ü Usaha yang memproduksi, mendistribusi
serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
ü Usaha yang memproduksi, mendistribusi
dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat
mudarat.
Selain
kriteria diatas, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII, Bursa Efek
Indonesia melakukan tahap-tahap pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek
likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu:
ü Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha
utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih
dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
ü Memilih saham berdasarkan laporan keuangan
tahunan atau tengah tahun berakhir yang meiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva
maksimal sebesar 90%.
ü Memilih 60 saham dari susunan saham diatas
berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization)
terbesar selama satu tahun terakhir.
ü Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan
tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun
terakhir. Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan penentuan
komponen index pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan
perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus
berdasarkan data-data publik yang tersedia.
Ø Obligasi Syariah
Sesuai
dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi
hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan
Obligasi Syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:
ü Aktivitas utama (core business) yang
halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa
tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yg bertentangan dengan syariah
Islam diantaranya: (i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi),
termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yg memproduksi,
mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (iv) usaha yg
memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang2 ataupun jasa yg
merusak moral dan bersifat mudarat.
ü Peringkat investment grade: (i) memiliki
fundamental usaha yg kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yg kuat; (iii)
memiliki citra yg baik bagi publik.
ü Keuntungan tambahan jika termasuk dalam
komponen JII.
b.
Reksa
Dana Syariah
Reksa Dana
Syariah merupakan Reksa Dana yang mengalokasikan seluruh dana/portofolio
kedalam instrument syariah seperti saham-saham yang tergabung dalam Jakarta
Islamic Indeks (JII), obligasi syariah, dan berbagai instrument keuangan
syariah lainnya. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari
masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi,
namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. untuk selanjutnya di
investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
E.
Keuntungan, Risiko dan Manfaat Pasar Modal
1. Keuntungan dari Pasar Modal
a.
Menyediakan
sumber pembiayaan jangka panjang untuk dunia usaha.
b.
Sarana
untuk mengalokasikan sumber dana secara optimal bagi investor.
c.
Memungkinkan
adanya upaya diversifikasi.
2. Manfaat Pasar Modal adalah :
Manfaat bagi Investor :
a.
Memperoleh
deviden bagi pemegang saham
b.
Memperoleh
capital gain jika ada kenaikan harga saham
c.
Memperoleh
bunga bagi pemegang obligasi
d.
Mempunyai
hak suara dalam RUPS
e.
Dapat
dengan mudah mengganti instrumen investasi
Manfaat bagi Emiten :
a.
Mendapatkan
dana yang lebih besar
b.
Perusahaan
dapat lebih fleksibel dalam mengolah dana
c.
Memperkecil
ketergantungan terhadap bank
d.
Besar
kecilnya deviden tergantung besar kecilnya keuntungan
e.
Tidak
ada kewajiban yang terikat sebagai jaminan
Manfaat bagi Pemerintah :
a.
Membantu
pemerintah dalam mendorong perkembangan pembangunan
b.
Membantu
pemerintah dalam mendorong kegiatan investasi
c.
Membantu
pemerintah dalam menciptakan kesempatan kerja
3. Risiko dari Pasar Modal
a.
Risiko
daya beli
Daya beli
berkaitan dengan kemungkinan terjadinya inflasi yang menyebabkan nilai riil
pendapatan akan lebih kecil.
ü Risiko bisnis
Menurunnya kemampuan perusahaan memperoleh
laba, menyebabkan menurunnya kemampuan emiten membayar bunga atau deviden.
ü Risiko tingkat bunga
Tingkat bunga yang naik, biasanya akan menyebabkan nilai saham cenderung
turun
ü Risiko likuiditas
Kemampuan surat berharga untuk dapat segera diperjualbelikan
4. Kelemahan Pasar Modal
Selain kerugian, Pasar Modal
juga memiliki kelemahan antara lain :
a.
Mekanisme
pasar modal yang cukup rumit menyulitkan pihak-pihak tertentu yang akan
terlibat di dalamnya.
b.
Saham
pasar modal bersifat spekulatif sehingga dapat merugikan pihak tertentu.
c.
Jika
kurs tidak stabil, maka harga saham ikut terpengaruh.
F.
Indeks saham konvensional dan Indeks saham
Islam
Indeks Islam tidak hanya dapat
dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja tetapi juga oleh pasar modal
konvensional. Bahkan sebelum berdirinya institusi pasar modal syariah di suatu
negeri, bursa efek setempat yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu
mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta misalnya, PT Bursa Efek
Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM)
meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah sendiri
diresmikan. Adapun tujuan diadakannya indeks Islam sebagaimana Jakarta Islamic
Index yang melibatkan 30 saham terpilih, yaitu sebagai tolak ukur (benchmark)
untuk mengukur kinerja investasi pada saham yang berbasis syariah dan
meningkatkan kepercayaan para investor untuk mengembangkan investasi dalam
ekuiti secara syariah, atau untuk memberikan kesempatan kepada investor yang
ingin melakukan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan
mendasar antara indeks konvensional dengan indeks Islam adalah indeks
konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan
aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah
sesuai aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada
emiten yang menjual sahamnya di bursa bergerak di sektor usaha yang
bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat merusak kehidupan
masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia ada rumah
bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa efek setempat. Secara lebih rinci Dow Jones
dalam websitenya membuat kriteria saham yang tidak boleh dimasukkan ke dalam
perhitungan Indeks Pasar Islam (DJ Islamic Market Indexes), yaitu perusahaan
yang bergerak dalam produksi:
a. Alkohol (minuman keras)
b. Babi dan yang terkait dengannya
c. Jasa keuangan konvensional / Kapitalis,
seperti bank dan asuransi
d. Industri hiburan, seperti hotel, kasino
dan perjudian, bioskop, media porno dan industri musik.
Dow Jones juga mengemukakan
pendapat para sarjana Islam agar tidak berinvestasi pada perusahaan yang terkait
dengan tembakau dan rokok serta industri senjata pemusnah missal. Sementara
itu, FTSE dalam papernya yang berjudul Ground Rules for the Management of the
FTSE Global Islamic Index Series mengemukakan bahwa saham perusahaan yang
dimasukkan ke dalam indeks Islam tidak boleh bergerak dalam bidang Perbankan
dan bisnis keuangan lainnya yang terkait dengan bunga (interest)
a. Alkohol
b. Rokok
c. Judi
d. Pabrik senjata
e. Asuransi jiwa
f. Peternakan babi, pengepakan dan pengolahan
atau hal-hal lainnya yang terkait dengan babi.
g. Sektor / perusahaan yang siknifikan
dipengaruhi oleh hal-hal yang disebutkan di atas.
h. Perusahaan yang memiliki beban utang
ribawi dengan persentasinya terhadap aset perusahaan melebihi batas-batas yang
diijinkan hukum Islam
Pada Bursa Efek Jakarta (BEJ),
menurut Adiwarman dari 333 emiten yang tercatat 236 saham di antaranya
tergolong sesuai syariah. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong “haram” atau
tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti saham perbankan, minuman keras dan
rokok. Sisanya 34 saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan
empat saham mudharat. Dari uraian di atas dapat ditarik garis pemisah antara
indeks Islam dan indeks konvensional. Pertama, jika indeks Islam dikeluarkan
oleh suatu institusi yang bernaung dalam pasar modal konvensional, maka
perhitungan indeks tersebut berdasarkan kepada saham-saham yang digolongkan
memenuhi kriteria-kriteria syariah sedangkan indeks konvensional memasukkan
semua saham yang terdaftar dalam bursa efek tersebut. Kedua, jika indeks Islam
dikeluarkan oleh institusi pasar modal syariah, maka indeks tersebut didasarkan
pada seluruh saham yang terdaftar di dalam pasar modal syariah yang sebelumnya
sudah diseleksi oleh pengelola.
G.
Instrumen yang diperdagangkan
Dalam pasar modal konvensional
instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti
saham, obligasi, dan instrumen turunannya (derivatif) opsi, right, waran, dan
Reksa Dana. Saham merupakan surat tanda penyertaan atau pemilikan seseorang
atau badan terhadap perusahaan yang menerbitkan saham tersebut, sedangkan
obligasi merupakan bukti pengakuan utang dari perusahaan kepada para pemegang
obligasi yang bersangkutan. Opsi merupakan produk turunan (derivatif) dari efek
(saham dan obligasi). Robert Angg (1997) sebagaimana dikutip Anoraga dan
Pakarti mendefinisikan opsi sebagai produk efek yang akan memberikan hak kepada
pemegangnya (pembeli) untuk membeli atau menjual sejumlah tertentu dari aset
finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun right adalah efek yang
memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang akan
dikeluarkan emiten pada proporsi dan harga tertentu. Waran merupakan turunan
dari saham biasa yang bersifat jangka panjang dan memberikan hak kepada para
pemegangnya untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu. Sedangkan
Reksa Dana (mutual fund) adalah perusahaan investasi yang mengelola investasi
saham, obligasi, dan lain-lainnya, dengan menerbitkan surat berharga tersendiri
yang ditujukan kepada para investor, sehingga para investor tersebut tidak
perlu lagi melakukan investasi langsung terhadap berbagai surat berharga yang
diperdagangkan di bursa efek tetapi cukup membeli surat berharga yang
diterbitkan Reksa Dana tersebut. Dalam pasar modal syariah, instrumen yang
diperdagangkan adalah saham, obligasi syariah dan Reksa Dana Syariah, sedangkan
opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen yang dibolehkan. Adapun yang
dimaksud saham dalam pasar modal syariah sama dengan saham dalam pasar modal
konvensional. Hanya bedanya saham yang diperdagangkan dalam pasar modal syariah
harus datang dari emiten yang memenuhi kriteria-kriteria syariah sebagaimana
yang penulis sebutkan dalam pembahasan indeks Islam. Sementara obligasi syariah
berbeda dengan obligasi konvensional. Obligasi konvensional merupakan suatu
jenis produk keuangan yang tidak dibenarkan dalam Islam karena menggunakan
bunga sebagai daya tariknya. Menurut Muhammad al-Amin, intrumen obligasi
syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah,
ijarah, istisna, salam, dan murabahah sehingga dari prinsip ini nama obligasi
syariah tergantung pada prinsip yang mana yang digunakan emiten.
Di Indonesia penerbitan
obligasi syariah ini dipelapori oleh Indosat dengan menerbitkan Obligasi
Syariah Mudharabah Indosat senilai Rp 100 milyar pada Oktober 2002 yang lalu.
Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga Indosat menambah
jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah Indosat ini diikuti
Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Dalam konsep Obligasi Syariah
Mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan
kepada para investor dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil
atau margin fee serta pokok utang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para
pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai
mudharib sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul mal. Sementara
emiten yang menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi persyaratan seperti
persyaratan emiten yang masuk dalam kriteria indeks Islam.
Instrumen ketiga yang
diperdagangkan dalam pasar modal syariah adalah Reksa Dana Syariah. Reksa Dana
Syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan
obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi.
Manajer investasi menawarkan Reksa Dana Syariah kepada para investor yang
berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh
manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang
dinilai menguntungkan. Sementara itu perkembangan Reksa Dana Syariah di
Indonesia masih lambat. Pada tahun 2002 lalu dana masyarakat yang terhimpun
dalam Reksa Dana baru mencapai Rp 40 milyar atau sekitar 0,1% dari total Reksa
Dana. Sedangkan Reksa Dana yang ada saat ini baru Danareksa Syariah dan
Danareksa Syariah Berimbang yang dikelola Danareksa, Reksa Dana PNM Syariah
yang dikelola Permodalan Nasional Madani (PNM), Rifan Syariah yang dikelola
Rifan Asset Management (RAM), dan Reksa Dana Batasa Syariah yang baru
diluncurkan PT Batasa Capital pada tahun ini.
H.
Mekanisme transaksi
Dalam konteks pasar modal
syariah, menurut Alhabshi, idealnya pasar modal syariah itu tidak mengandung
transaksi ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang
bergerak pada bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari
transaksi yang tidak beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi
yang memanfaatkan orang dalam (insider trading), menjual saham yang belum
dimiliki dan membelinya belakangan (short selling). Sementara itu Obaidullah
mengemukakan etika di pasar modal syariah, yaitu setiap orang bebas melakukan
akad (freedom contract) selama masih sesuai syariah, bersih dari unsur riba
(freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi
(gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price
control and manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan
publik (unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair
(entitlement to transact at fair price) dan terdapat informasi yang akurat,
cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate
infromation). Inti dari apa yang disebutkan oleh Alhabshi dan Obaidullah
tersebut adalah pasar modal syariah harus membuang jauh-jauh setiap transaksi
yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal konvensional
yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan.
Meskipun dalam kasus-kasus tertentu seperti insider trading dan manipulasi
pasar dengan membuat laporan keuangan palsu dilarang dalam pasar modal
konvensional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan dan analisa di
atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal
konvensional dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya. Sedangkan
perbedaan indeks saham Islam dengan indeks saham konvensional terletak pada
kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Penerbitan
indeks saham Islam ini dapat dilakukan oleh pasar modal syariah dan pasar modal
konvensional. Hanya saja secara menyeluruh konsep pasar modal syariah dengan
pasar modal konvensional tidak jauh berbeda. Karena instrumen utama yang
diperdagangkan dalam pasar modal syariah dan pasar modal konvensional adalah
saham. Meskipun dalam pasar modal syariah emiten yang sahamnya diperdagangkan
harus bergerak pada sektor yang tidak bertentangan dengan Islam, tetapi hal
tersebut tidak membedakan zat dan sifat saham dalam pasar modal konvensional.
Selanjutnya mengenai
penilaian terhadap konsep pasar modal syariah itu sendiri, yakni yang berkaitan
dengan saham sebagai instrumen utama di dalam pasar modal syariah, maka syara
tidak membolehkan perdagangan saham. Begitu pula menerbitkan saham dengan
tujuan menambah permodalan perusahaan, membeli saham dengan tujuan investasi
dan memperdagangkannya untuk mengambil keuntungan (capital gain) dari selisih
harga (margin) merupakan kegiatan batil dalam Islam
0 comments
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^